Rabu, 13 Agustus 2008

Pikatan Politik Ruhamma PKS

Related Posts by Categories



Widget by Hoctro | Jack Book
INILAH.COM - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) harus mengedepankan politik ruhamma. Suatu politik didasarkan pada kesantunan, keimanan, keadaban, kebersamaan, dan saling menghormati. Dari situ akan muncul warna baru dalam kehidupan politik.

Para pengamat politik Islam sering mengingatkan bahwa iman seseorang itu sifatnya naik-turun (al iman yazid wa yankus). Demikian halnya iman para politisi dan kader PKS. “Maka dengan politik ruhamma, PKS akan lebih banyak teman dan kawan ketimbang musuh dan lawan,” kata Al Chaidar, pengamat politik Islam.

Karena itu, elite PKS tak boleh menyerang, mencela atau mengejek pesaing politik mereka: Susilo Bambang Yudhoyono, Jusuf Kalla, Megawati Soekarnoputri, Prabowo Subianto, Wiranto dan lainnya. “Ini demi mengedepankan politik bermoral dan santun tersebut,” tandas Al Chaidar, Research Associate pada Institute of Strategic and Defend Studies (ISDS), Nanyang, Singapura.

Praktik politik ruhamma yang dihadirkan PKS, sejak berlangsungnya Pemilu Legislatif hingga Pilkada, mendapat apresiasi dari Presiden SBY. Selain pelaksaan praktik politik bermoral, SBY juga memuji aksi-aksi sosial PKS dalam membantu masyarakat yang tertimpa musibah di berbagai daerah.

Banyak pihak mengakui PKS telah menghadirkan perilaku politik yang santun dan beradab, tanpa kekerasan. Bahkan SBY pernah berharap perilaku politik ini PKS dapat ditiru oleh para pelaku politik lainnya.

Selain pelaksanaan praktik politik yang bermoral, SBY pernah memuji aksi-aksi PKS dalam membantu masyarakat yang tertimpa musibah di berbagai daerah. SBY bahkan mengucapkan terima kasih selaku kepala negara atas pengabdian dan aksi keluarga besar PKS selama ini.

Politik ruhamma PKS, jika terus dilaksanakan, akan mirip dengan politik Mohamad Natsir, mantan perdana menteri dan Bapak Masyumi. Natsir adalah politikus yang berjuang sungguh-sungguh demi rakyat yang diwakilinya.

Natsir memegang teguh ideologi partai. Beradu argumen terhadap lawan politiknya dengan keras dan ketat, tapi tetap dengan tutur kata sopan, dan sesudahnya mereka bercakap hangat dengan lawan politiknya sambil meneguk secangkir kopi di saat rehat.

Indonesia di awal kemerdekaan, ketika Natsir berkecimpung menjadi politikus dari Partai Masyumi, bukanlah negeri khayalan. Ketika itu beda pendapat dan pandangan sudah biasa.

Para politikus tak merasa perlu memamerkan kekayaan kepada publik. Bahkan sebaliknya, mereka cukup bersahaja. “PKS merupakan harapan baru setelah runtuhnya mitos Masyumi itu,” kata Fachry Ali, pengamat politik.

Jika tetap bersih, peduli dan profesional, kata dosen Fisipol UGM, Ary Dwipayana, PKS menjadi partai Islam garda depan yang masih memegang teguh nilai-nilai keagamaan dan kebangsaan. Dengan politik ruhamma, maka PKS akan lebih mudah melangkah ke muka, mewarnai Indonesia. [E1/I4]


Sumber : inilah.com


Tidak ada komentar: