Selasa, 22 Juli 2008

Istana Gerah Soal Jejak Pendapat

Related Posts by Categories



Widget by Hoctro | Jack Book
Penurunan popularitas Presiden Yudhoyono pascakenaikan BBM telah beberapa kali terjadi.

JAKARTA -- Pihak Istana rupanya gerah juga soal jejak pendapat yang banyak digulirkan sejumlah lembaga survei. Menurut juru bicara presiden, Andi Mallarangeng, jajak pendapat atau polling harus dilihat secara utuh untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh.

''Paling bagus kita melihat polling itu secara utuh sehingga kita melihat gambaran lebih utuh. Karena, satu polling belum tentu merepresentasikan semua hal,'' kata Andi di Istana Negara, Kamis (17/7), seusai mendampingi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membuka Rakornas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 2008.

Menurut Andi, jajak pendapat yang selama ini dilakukan oleh berbagai jenis organisasi tersebut sampel dan metodologinya bermacam-macam. Sehingga, hasilnya pun berlainan karena harus diperhatikan betul kredibilitasnya. ''Kita lihat masing-masing polling, lain-lain angkanya. Kalau saya lihat rata-rata lain-lain, metodologi macam-macam, sampel juga lain-lain. Kalau kami lihat mana yang kredibel, bagaimana sampelnya, yang CSIS ini kalau tidak salah hanya di 13 provinsi,'' katanya.

Andi mengatakan bahwa penurunan popularitas Presiden Yudhoyono pascakebijakan kenaikan BBM telah beberapa kali terjadi, namun tidak berapa lama kemudian naik kembali. ''Itu adalah suatu hal yang telah diantisipasi, bagaimanapun sebagai pemerintah harus mengambil risiko (membuat kebijakan yang tidak selalu menyenangkan publik),'' katanya.

Andi juga mengatakan bahwa secara keseluruhan di sejumlah survei, Partai Demokrat menempati urutan ketiga. ''Kita punya strategi kampanye, kan masih 9 bulan lagi. Kita punya strategi, tentu saja sebagian sudah dijalankan, sebagian sudah dipersiapkan, ada proses konsolidasi, ada proses kampanye, dan ada proses bagaimana melakukan strategi kampanye,'' katanya seraya menambahkan bahwa 30 persen responden dalam survei CSIS belum menentukan pilihan.

Andi mengakui bahwa tidak dapat dimungkiri jika Partai Demokrat dan Presiden Yudhoyono laiknya dua sisi mata uang dalam keping yang sama, ketika popularitas Presiden Yudhoyono turun karena kenaikan harga BBM, Partai Demokrat juga terkena imbasnya.

Pada Selasa (15/7), hasil survei yang dilakukan Center for Strategic and International Studies (CSIS) menunjukkan bahwa PDI Perjuangan, Partai Golkar, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) merupakan tiga partai teratas yang banyak dipilih oleh responden, jika pemilu dilakukan saat ini.

PDI Perjuangan masih menjadi partai yang paling populer dengan memperoleh dukungan sebesar 20,3 persen responden, diikuti Partai Golkar dengan dukungan 18,1 persen, dan PKS dengan 11,8 persen. Sedangkan, terhadap pertanyaan calon presiden yang akan dipilih jika pemilu dilakukan saat ini, hasil survei menunjukkan bahwa Megawati Soekarnoputri masih menempati urutan teratas dengan 23,2 persen.

Urutan kedua ditempati Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan 14,7 persen, diikuti Sri Sultan HB X dengan 8,8 persen, Hidayat Nur Wahid dengan 7,9 persen, Wiranto 7,6 persen, Jusuf Kalla 4,2 persen, dan Gus Dur dengan 3,6 persen.

Sementara itu, Ketua Umum Yayasan Majelis Dzikir Nurussalam, H Harris Thahir, berharap supaya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla melepaskan diri dari kegiatan politik praktis menjelang Pemilu 2009. Konsentrasi dicurahkan sepenuhnya kepada negara dan demi kepentingan rakyat. ''Kepatutan politik (fatsun) inilah yang terasa kehilangan makna ketika orientasi sebagian elite pemerintahan terfokus pada politik praktis (pemilu),'' tandas Harris Thahir.

Ia berpandangan sebuah tindakan naif jika elite pemerintahan, terutama anggota kabinet mengesankan diri meninggalkan tanggung jawab politik terhadap rakyat, bangsa, dan negara hanya karena dengan alasan berkonsentrasi pada persiapan menjelang Pemilu 2009. ant/wed

sumber : http://www.republika.co.id/launcher/view/mid/19/news_id/530

Tidak ada komentar: